Selasa, 04 Januari 2011

Bupati Jember Resmi PTUN-kan Mendagri



Jember  - Bupati Muhammad Zainal Abidin Djalal resmi melayangkan gugatan terhadap Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, di Pengadilan Tata Usaha Negara. Masalah gugatan terkait proses penetapan penjabat bupati.

Melalui kuasa hukumnya, Syaiful Ma’arif, gugatan itu sudah didaftarkan dengan nomor perkara 01/g/2011/PTUN Jkt. "Ada kesalahan mekanisme dalam pengambilan keputusan (pengusulan Penjabat Bupati Teddy Zarkasih) dengan tidak melalui keputusan DPRD Jember, melainkan hanya lewat pimpinan Dewan," katanya.

Syaiful menjelaskan, pengusulan nama Zarkasih tanpa disertai pertimbangan DPRD Jember secara kelembagaan yang sah. Gubernur Soekarwo hanya meminta pendapat empat pimpinan DPRD Jember.

Selain itu, berita acara itu tanpa kop surat DPRD maupun kop surat Pemprov Jawa Timur (Jatim). Stempel juga tidak tertera di surat berita acara itu. Terlebih lagi, pengusulan dilakukan sebelum Pemprov Jatim meminta kepastian dari Kejaksaan Negeri Surabaya, terkait kasasi ke Mahkamah Agung.

Sebelumnya, Djalal mengatakan, melakukan langkah PTUN ini, karena sayang kepada rakyat Jember. "Bukan untuk saya, tapi untuk rakyat," katanya.

MZA Djalal diberhentikan sementara oleh Mendagri Gamawan Fauzi pada 9 November 2010, menyusul penetapan dirinya sebagai terdakwa perkara korupsi pengadaan mesin daur ulang aspal oleh Pengadilan Negeri Surabaya. Tanggal 2 Desember 2010, majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya menjatuhkan vonis bebas murni kepada MZA Djalal.

Tanggal 4 Desember 2010, Gubernur Soekarwo mengundang empat pimpinan DPRD Jember. Dalam pertemuan di Surabaya itu, empat pimpinan itu menandatangani berita acara kesepakatan penunjukan Zarkasih sebagai penjabat bupati Jember, tanpa melibatkan seluruh anggota Dewan.

Berita acara tersebut dijadikan Gubernur Soekarwo sebagai pijakan untuk mengusulkan penjabat bupati Jember kepada Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, tanpa melihat dan memerhatikan hasil persidangan MZA Djalal. Surat keputusan Mendagri turun pada 10 Desember 2010. Zarkasih menjadi penjabat bupati, dan direaksi negatif oleh berbagai elemen masyarakat.

"Saya masih punya anggapan, bahwa saya bebas. Undang-undangnya jelas, mau diterjemahkan apa? KUHP pasal 244 sudah seperti itu, sehingga saya menganggap, saya harus diaktifkan kembali," kata Djalal. Berdasarkan pasal itu, setiap vonis bebas murni tidak bisa dimintakan kasasi ke Mahkamah Agung oleh jaksa.

"Mestinya Pak Gubernur, Pak Menteri tahu. Saya itu anaknya gubernur, saya itu anaknya gubernur, sekali lagi saya ini anaknya gubernur, anaknya menteri. Mestinya dibelani karo bapake. kan ngono? Apalagi weruh nek anake bener. Iki kok malah ditundat-tundat, kan podo nggak mbelani. Diluk-diluk masalah hukum?" Oke, hukum yang mana? Wong hukume jelas."

Maksudnya: "Semestinya saya dibela oleh bapak saya. Kan begitu? Apalagi tahu kalau anaknya benar. Ini kok malah dijegal, kan sama saja tidak membela. Sedikit-sedikit bicara masalah hukum? Hukum yang mana? Hukumnya jelas)." [BJT]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar