Jember - Kain batik kini menjadi tren di sejumlah kalangan anak muda, bahkan sebagian warga mulai terbiasa menggunakan kain batik dalam berbagai acara.

"Demam" batik tersebut setelah pengakuan dunia melalui UNESCO yang menetapkan bahwa batik sebagai warisan budaya tak-benda manusia dari Indonesia ("the world cultural heritage of humanity from Indonesia").

Batik telah dibuat bangsa Indonesia sejak berabad-abad lalu. Mereka menulis dan melukis batik pada daun lontar, dengan motif atau pola batik yang didominasi bentuk binatang dan tanaman.

Budaya Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal nan khas.

Jenis dan corak batik tradisional amat banyak, namun corak dan variasi batik masing-masing daerah, memiliki kekhasan sesuai filosofi dan budaya setempat.

"Selama ini batik yang terkenal adalah batik dari Solo, Pekalongan, dan batik Madura," ucap Mawardi, salah seorang perajin batik asal Desa Sumberpakem, Kecamatan Sumberjambe, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Padahal, lanjutnya, setiap daerah memiliki kain batik dengan motif tertentu seperti batik Jember yang dikenal dengan motif daun tembakaunya.

Selama beberapa tahun terakhir ini, Mawardi bersama sejumlah perajin batik di Kecamatan Sumberjambe mencoba mempertahankan motif daun tembakau khas Jember.

"Jember dikenal sebagai kota tembakau, sehingga tidak heran para perajin batik di kabupaten ini berusaha mempertahankan motif tembakau sebagai motif batik khas Jember," tuturnya sambil menunjukkan berbagai ragam variasi motif tembakau.

Perajin batik asal Desa Sumberpakem itu mencoba membuat berbagai motif batik sesuai dengan pesanan konsumen. Namun apa pun motif batik yang dibuatnya, ia tidak pernah lupa untuk memadukannya dengan motif daun termbakau yang dikreasikan dengan unik.

Harga batik Jember juga terjangkau, batik cap dengan bahan kain katun dijual sebesar Rp75 ribu per potong, batik tulis yang menggunakan bahan kain katun dijual dengan Rp85 ribu hingga Rp150 ribu per potong.

Untuk batik dari bahan kain sutera dijual dengan harga Rp300 ribu per potong, apabila menggunakan batik cap harganya sekitar Rp125 ribu per potong.

"Harga batik Jember lebih murah dibandingkan dengan sejumlah harga kain batik di beberapa daerah, namun kualitasnya tidak kalah dengan batik dari Solo dan Yogyakarta," ucap Mawardi yang menyukai batik sejak kecil.

Batik bermotif tembakau atau dikenal dengan "Labako" khas Kecamatan Sumberjambe tersebut mulai diminati oleh warga di berbagai kabupaten, bahkan sebagian wisatawan mancanegara (wisman).

Kabag Humas Pemkab Jember, Agus Slameto mengatakan, beberapa perajin batik di Kecamatan Sumberjambe mulai "kebanjiran" pesanan dari berbagai daerah seperti Bondowoso, Situbondo, Probolinggo, Malang, Surabaya.

"Batik Sumberjambe khas, sehingga banyak warga luar kabupaten yang tertarik untuk membeli," kata Agus.

Untuk mempromosikan kain batik Jember, lanjut dia, sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Jember menggunakan kain batik bermotif tembakau dalam acara resmi di tingkat regional, nasional, bahkan internasional.

"Saya berharap batik Sumberjambe bisa dikenal oleh masyarakat luas, bahkan dunia internasional karena batik Jember tidak kalah dengan batik-batik dari berbagai daerah lainnya," paparnya.

Turun Temurun
Untuk menjaga warisan budaya batik tetap terpelihara, para pembatik di Kecamatan Sumberjambe mewariskan budayanya secara turun temurun kepada anak cucunya, bahkan beberapa motif dapat dikenali berasal dari keluarga tertentu.

"Saya belajar batik dari ibu saya, sedangkan ibu saya juga belajar batik dari nenek saya," kata Sumiati (31), salah seorang pembatik di Kecamatan Sumberjambe.

Menurut ibu tiga anak itu, pekerjaan membatik bukanlah pekerjaan yang bisa menghidupi keluarga, namun keluarganya sudah turun-temurun melakukannya.

Menjadi pembatik seperti Sumiati bukanlah pilihan pekerjaan yang menjanjikan saat ini karena upah yang diterima dari pekerjaan membatik pas-pasan untuk membantu suaminya yang bekerja sebagai buruh tani.

Untuk membatik tulis, kata dia, upah yang diterimanya sebesar Rp25 ribu hingga Rp30 ribu per potong kain, padahal membatik tersebut membutuhkan waktu sehari untuk menyelesaikan motif batik sesuai dengan pesanan.

"Kalau sehari penuh, saya bisa menyelesaikan batik tulis hanya dua potong kain saja," tuturnya pelan.

Sebagian warga yang belajar membatik, kata dia, tidak bertahan lama, apabila tidak memiliki keinginan yang kuat untuk belajar membatik.

"Beberapa warga yang mengeluh setelah beberapa hari belajar membatik, karena membatik memang memerlukan ketekunan dan kesabaran," paparnya.

Sumiati mengemukakan, untuk membatik pada sepotong kain biasanya diperlukan waktu selama satu hingga dua hari sesuai dengan pola yang diinginkan pemesan.

"Kami harus berhati-hati untuk membatik supaya hasilnya tidak mengecewakan konsumen atau pembeli," katanya.

Sejauh ini, kata dia, anak keduanya sudah mulai membantu dirinya membatik. "Hanya anak kedua saya yang mau belajar membatik seperti saya, sedangkan yang lain tidak mau belajar membatik, sulit katanya," ucap perempuan asal Desa Sumberpakem itu.

Sebagian besar perempuan di Desa Sumberpakem menjadi buruh pembatik di beberapa perajin batik di desa setempat untuk menambah penghasilan suami mereka yang sehari-hari menjadi buruh tani.

"Saya belajar membatik dari ibu saya dan akan saya teruskan kepada anak perempuan saya," tutur pembatik lainnya, Sofia yang menjadi buruh pembatik di UD Bintang Timur.

"Memang pekerjaan membatik adalah pekerjaan yang turun temurun yang harus dilestarikan oleh masyarakat Jember," tutur Mahfidatul, yang juga mengaku belajar membatik sejak kecil.

Ia menjelaskan membatik tidak seperti pekerjaan lainnya yang harus dikerjakan dengan cepat, membatik adalah soal ketekunan. "Saya tidak menyesal bekerja sebagai pembatik. Saya ingin mempertahankan warisan budaya batik," tuturnya dengan semangat.

Bagi Sumiati, Sofia, dan Mahfidatul, keahlian membatik mungkin tak cukup buat sandaran hidup mereka, tapi mereka bangga menjadi pewaris budaya.

Budaya batik harus lestari, apabila tidak dipertahankan oleh bangsa Indonesia sendiri niscaya akan punah, katanya.

Kampung Batik
Lembaga Keuangan Mikro Masyarakat (LKKM) atau dikenal sebagai Bank Keluarga Miskin (Bank Gakin) berencana menggagas kampung batik di Kabupaten Jember.

"Bank Gakin Mawar akan menjadi perintis kampung batik di Kabupaten Jember, dengan memberikan pelatihan membatik kepada warga setempat," kata Pembina Bank Gakin Mawar, Iriane Chairini Megawati.

Di sebuah rumah yang terletak di Jalan Mawar Nomor 75 Jember itu, Iriane mulai mewujudkan mimpinya untuk merintis kampung batik di Kelurahan Gebang, Kecamatan Patrang, dengan mengemasnya dalam program Bank Gakin.

Rumah Batik Rolla yang dikelola perempuan yang memiliki dua anak itu, memberikan pelatihan membatik secara gratis kepada warga miskin di kawasan Jalan Mawar dan sekitarnya, bahkan tidak sedikit warga miskin di luar Kecamatan Patrang juga belajar membatik di sana.

"Kami memberikan pelatihan membatik selama tiga minggu, namun sebagian warga sudah bisa membatik dalam waktu dua minggu saja," tuturnya.

Setiap warga yang belajar membatik, lanjut dia, diberi peralatan membatik satu set kompor kecil, wajan kecil, canting, malam, dan kain putih yang sudah diberi pola batik.

"Seluruh warga miskin yang belajar membatik adalah ibu-ibu rumah tangga yang ingin menambah pendapatan," terangnya.

Rumah Batik yang didirikan sejak Maret 2009 tersebut mulai berkembang pesat, bahkan jumlah warga miskin yang ingin belajar batik di sana semakin meningkat.

"Saat ini, jumlah pembatik tetap di Bank Gakin Mawar mencapai 120 orang. Kalau masing-masing orang bisa menularkan pembuatan batik kepada saudara dan tetangganya maka warisan budaya batik tidak akan punah di Jember," paparnya.

Warga yang sudah bisa membatik sendiri tanpa bantuan, kata dia, dapat membawa pulang peralatan untuk membatik, supaya dapat mengerjakan pesanan kain batik di rumah masing-masing.

"Saya berharap bisa mewujudkan kampung batik di Jember secara perlahan-lahan. Mungkin impian itu bisa terwujud 2014 mendatang. Kami tidak bisa mewujudkan kampung batik sendirian, tentu membutuhkan dukungan sejumlah pihak," tuturnya menjelaskan.

Dengan kampung batik, kata dia, secara langsung Kabupaten Jember bisa mempromosikan batik Jember bermotif daun tembakau kepada wisatawan domestik dan mancanegara.

"Batik Jember terus berinovasi sesuai dengan produk-produk potensi daerah Jember seperti tembakau, edamame (kedelai jepang), kopi, kakao, dan buah naga," katanya.

Secara terpisah Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Kabupaten Jember, Mirfano, menyambut baik gagasan kampung batik yang dilakukan oleh Bank Gakin Mawar.

"Saya berharap kampung batik di Jember dapat terwujud paling lambat 2014," kata Mirfano.

Menurut dia, gagasan kampung batik bisa dikembangkan tidak hanya di Kecamatan Sumberjambe, namun kecamatan lain yang memiliki pembatik.

"Kampung batik bisa menjadi salah satu objek wisata di Jember," Kepala Kantor Pariwisata dan Kebudayaan Jember, Arif Tjahyono.

Gagasan kampung batik menjadi salah satu alternatif pilihan bagi wisatawan domestik untuk berkunjung di Kota Tembakau. "Semakin inovatif masyarakat menggagas kampung batik maka jumlah wisatawan di Jember semakin banyak," tuturnya.